OmiAi - Chapter 75 Bahasa Indonesia


 

Bab 75

Sebelum Yuzuru pergi ke rumah Arisa, ada sesuatu yang harus Yuzuru lakukan terlebih dahulu.

Yuzuru menelepon Naoki Amagi dari ponselnya.

Dia meminta maaf karena meneleponnya saat dia sedang bekerja.

Dia juga mengatakan padanya kalau Arisa masuk angin.

Kemudian dia meminta maaf karena memasuki rumah mereka untuk memeriksa Arisa.

Juga, dia meminta izin menggunakan dapur untuk merawat Arisa.

Itulah empat poin yang Yuzuru sampaikan pada Naoki.

“Ah, tidak apa-apa… Maaf soal itu Yuzuru-kun. Tolong jaga putriku.”

“Jangan khawatir, bagaimanapun juga Arisa adalah tunanganku.”

“Ngomong-ngomong, Yuzuru-kun…”

"Ya, ada apa?"

“Bagaimana perasaan Yuzuru-kun … tentang Arisa?”

Apa yang dia tanyakan tiba-tiba?

Yuzuru hanya bisa memiringkan kepalanya.

“Aku pikir dia orang yang sangat penting bagiku.”

“… Hmm, begitu. Tidak, aku minta maaf. Itu pertanyaan yang aneh untuk ditanyakan.”

Naoki juga sedang bekerja, jadi mereka tidak bisa mengobrol terlalu lama.

Memutuskan untuk memberitahunya tentang kondisi Arisa nanti, Yuzuru menutup telepon.

Setelah mendapatkan izin Naoki, Yuzuru pergi ke rumah Arisa.

Dia membunyikan interkom dan memberi tahu Arisa kalau dia telah tiba.

Setelah beberapa saat, pintu terbuka perlahan.

Di ambang pintu berdiri Arisa, mengenakan gaun tidur dan jaket di atasnya.

Rambutnya, yang biasanya disisir rapi, sedikit acak-acakan.

Dia mengenakan masker yang menutupi separuh wajahnya ... orang bisa tahu kalau keadaannya buruk.

“Pagi, Arisa.”

“Selamat pagi,…Uhuk uhuk”

Arisa batuk.

Berpikir kalau tidak baik membiarkannya kedinginan, Yuzuru dengan cepat menutup pintu.

"Maaf, apa aku membangunkanmu?"

“Tidak, tidak apa-apa…”

Untuk saat ini, Yuzuru dipandu oleh Arisa ke kamarnya.

(Dia tampaknya tidak dalam kondisi yang baik.)

Meski dia berusaha terlihat tenang, langkahnya sedikit goyah.

Yuzuru memutuskan kalau akan lebih baik untuk tetap bersamanya selama sisa hari itu.

"Ini kamarku."

Ini adalah pertama kalinya dia melihat kamar Arisa.

Itu agak kecil, tapi desain interiornya imut.

Itu adalah kamar yang sangat kekanak-kanakan.

Jika Arisa tidak sakit, Yuzuru akan lebih menikmatinya.

"Aku mengerti. Aku sudah hafal tempat ini. Untuk saat ini, kamu bisa kembali tidur. ”

"…Iya."

Lagipula, Arisa sedang kesusahan.

Dia langsung merangkak ke tempat tidur.

"Apa kamu ingin pergi ke rumah sakit? Dari kelihatannya, sepertinya kamu belum ke rumah sakit”

“… Tidak, belum. Uhuk~ … Demamnya sekitar 37 derajat, jadi kupikir aku akan baik-baik saja.”

Arisa, mengatakan itu... tapi sejujurnya dia tampaknya tidak baik-baik saja.

Namun, jika hanya 37 derajat, maka mungkin tidak begitu mendesak hingga dia harus segera pergi ke rumah sakit.

“… Ngomong-ngomong, apa kamu sudah makan siang? Jika belum, aku akan membuatkanmu bubur instan atau menyiapkan buah persik kalengan.”

Meskipun Yuzuru tidak bisa membuat bubur sendiri, setidaknya dia bisa membuat yang instan.

Namun, jika di rumah Arisa sudah ada itu, dia bisa memanfaatkannya.

“Mm… Belum. Jika kamu bisa membelikannya untukku, itu akan sangat bagus. Kami tidak memiliki hal seperti itu di rumah … dan aku tidak bisa melakukannya sekarang.”

"Baik. Aku akan memberimu beberapa pelega tenggorokan dan beberapa minuman vitamin juga. Apa ada hal lain yang kamu inginkan? kamu punya cukup obat?"

“Aku sudah minum obat biasa, jadi aku baik-baik saja… Maaf, tapi akan sangat membantu jika kamu juga bisa membelikanku beberapa bantalan pendingin… Aku kehabisan itu sekarang.”

“Oke, Mengerti.”

Yuzuru menyuruh Arisa untuk menelepon ponselnya jika terjadi sesuatu dan kemudian pergi ke apotek terdekat untuk membeli barang-barang yang diperlukan.

Tidak ada telepon dari Arisa, ...tapi dia berlari kembali ke rumah, karena memikirkan kemungkinan terburuk.

"Arisa, aku kembali."

Dia memberi tahu Arisa di depan kamarnya, tapi dia tidak menjawab.

Dia mengetuk pintu dan masuk ke kamarnya.

(…Apakah dia tidur?)

Dengan pemikiran seperti itu, Yuzuru menatap wajah Arisa.

Dia tampak lebih pucat dari sebelumnya.

“Ugh… Yuzuru-san?”

"Kamu baik-baik saja?"

Dengan keringat di wajahnya yang tampak berantakan, Arisa membuka matanya yang lemah.

Dia terlihat sangat kesakitan dan lemas.

Yuzuru meletakkan tangannya di dahi Arisa.

“Ini demam yang mengerikan… Sebaiknya kita mengukurnya kembali. Bisakah kamu mengukurnya sendiri?"

Yuzuru mengambil termometer yang ada di dekatnya dan bertanya pada Arisa.

Arisa mengangguk kecil dan mulai membuka kancing baju tidurnya satu per satu.

Sepasang bra putih bersih mulai terlihat.

Yuzuru panik dan membuang muka.

"Apa kamu sudah selesai?"

"… Iya."

Yuzuru menerima termometer dari Arisa.

Suhunya adalah … 38,7 derajat.

“Dengan demam seperti ini, sebaiknya kamu pergi ke rumah sakit. Bisa jadi ini flu.”

“Ugh… Tapi bagaimana aku…”

"Aku akan memanggilkanmu taksi."

Yuzuru menggunakan ponselnya untuk memanggil taksi.

Untungnya, ada taksi kosong yang posisinya dekat dari sana, dan taksi datang dengan cepat.

"Arisa, bisakah kamu berdiri?"

Yuzuru, yang telah selesai menyiapkan kartu asuransi dan buku pegangannya, bertanya pada Arisa.

Arisa tampak bingung dan menganggukkan kepalanya.

“Ya, tidak apa-apa”

Dengan anggukan kecil, Arisa terhuyung-huyung berdiri.

Tapi segera dia segera tersandung dan berlutut.

Yuzuru buru-buru membantunya.

"Tenang saja. Aku akan menggendongmu."

“Ah, tidak…, Itu…”

Yuzuru memberitahunya secara sepihak dan mengangkatnya, mengabaikan suara bingung Arisa.

Menggendongnya dengan gendongan tuan putri.

Arisa terkejut pada awalnya tapi segera menjadi tenang, meraih pakaian Yuzuru dengan kedua tangan.

Yuzuru berjalan dengan Arisa dalam pelukannya dan memasukkannya ke dalam taksi, meminta sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit.

Untungnya, itu bukan flu.

Mereka memberinya obat untuk pilek dan batuknya, serta penurun demam, dan membiarkannya pulang.

Ketika mereka kembali, sudah saatnya jam makan siang.

"Arisa, apa kamu punya nafsu makan?"

Yuzuru bertanya sambil meletakkannya kembali di tempat tidur.

Dia menggelengkan kepalanya sedikit.

"Tidak…"

"Aku mengerti…"

Namun, obat yang diberikan bertuliskan, "setelah makan".

Dia tidak bisa minum obat tanpa makan sesuatu.

"Bisakah kamu makan buah persik kalengan?"

“… Jika hanya sedikit, tidak masalah.”

Jadi Yuzuru pergi ke lemari es dan mengeluarkan sekaleng buah persik yang telah dia dinginkan.

Dia memindahkannya ke piring yang sesuai dan membawanya bersama dengan garpu.

Dia membantu Arisa dan meletakkan piring di tangannya.

“Jika itu terlalu banyak untukmu, kamu bisa membiarkannya. Setidaknya cobalah satu gigitan. ”

“……”

Arisa menatap samar-samar ke piringnya.

Kemudian dia mengalihkan mata hijau gioknya ke Yuzuru.

“Um…”

"Ada apa? …Apa kamu tidak bisa makan?”

"Tidak …"

Pipi Arisa berubah menjadi sedikit merah.

Itu ... sepertinya karena alasan yang sedikit berbeda dari gejala pilek atau demam.

"Apa ada masalah?"

Mungkinkah buah persik kuning lebih baik daripada buah persik putih?

Dan saat Yuzuru memikirkan hal itu…

"…Tolong."

“Hm?”

“Tolong suapi aku.”

Arisa berkata pada Yuzuru dengan mata basah.


Translator: Exxod

Editor: Janaka

13 Comments

Previous Post Next Post

Post Ads 1

Post Ads 2