I Know That After School, The Saint is More Than Just Noble - Volume 2 Chapter 1 Bahasa Indonesia


 

 Bab 1 – Awal Musim Panas

 

 Malam di musim panas sering kali panas dan lembap.

 Namun, ada hari-hari ketika cuacanya agak lebih dingin daripada di awal musim panas.

 Akhir Mei, UTS sudah dekat.  Cuaca malam itu begitu sejuk.

 Yamato sedang sibuk belajar di kamarnya ketika dia berhenti untuk memeriksa ponselnya.  Sebuah pesan baru diterima, dan itu dari Sayla.

 “Aku di dekat rumahmu.  Bisakah kamu keluar sebentar?”

 "Apa!?"

 Tidak heran kalau Yamato berteriak dengan suara bingung.

 Sekarang sudah lewat jam 10:30 malam.  Sudah cukup larut bagi siswa/i SMA untuk keluar dan jalan-jalan.

 Tapi — atau lebih tepatnya, itulah kenapa Yamato buru-buru bersiap untuk pergi keluar.

 Dia tidak bisa keluar dengan pakaian santainya, tidak peduli seberapa "dekat" dia dengannya, jadi dia menggantinya dengan kaos polos dan celana pendek denim, lalu mengambil dompet dan kunci sepedanya dan pergi.

 Ketika Yamato naik ke sepedanya, dia membalas, “Kamu di mana?” lewat ponselnya.

 Lalu, Sayla segera membalas, “Taman dekat rumah Yamato.”  Yamato terkejut mengetahui bahwa dia benar-benar ada di dekat sana dan mulai mengayuh sepedanya secepat mungkin.

 Setelah beberapa menit, dia tiba di taman terdekat dan menemukan Sayla sedang duduk di sebuah bangku.

 Saat Yamato turun dari sepedanya dan mendekat, Sayla memperhatikannya dan melambai.

 "Selamat malam."

 Sayla, yang menyambutnya dengan sebatang es krim di tangannya, mengenakan seragam musim panas.  Itu tidak cocok dengan pemandangan malam yang diterangi oleh lampu jalan.

 Yamato mengatur napas sejenak dan kemudian duduk di sebelahnya, yang berpakaian keren.

 "Jadi, kamu mau apa jam segini?  Jangan bilang kamu akan jalan-jalan dengan mengenakan seragam.”

 “Yah, ini.”

 Kemudian, Sayla mengulurkan CD.  Itu adalah CD lagu anime yang dia tawarkan untuk dipinjamkan kepada Yamato.

 “Um, apakah kamu datang jauh-jauh ke sini untuk meminjamkanku ini…?”

 "Ya."

 "Bukankah kamu bisa memberikannya padaku di sekolah besok?"

 “Aku ingin Yamato segera mendengarnya.”

 Sayla menatap lurus ke arahnya dan berkata tanpa rasa malu atau ragu.

 Yamato membuang muka darinya dan kemudian mengambil CD itu.

 “Kali ini, baiklah, terima kasih.  Tapi lain kali, aku ingin kamu lebih memperhatikan waktu, atau sebaiknya, hubungi aku… dan aku akan mengambilnya dengan sepedaku.”

 “Oke, baiklah.  Kalau begitu, sebaiknya aku pergi.”

 Sayla menjawab dengan acuh tak acuh, lalu memasukkan sisa es krim ke mulutnya dan berdiri.

 Saat dia mulai berjalan pergi, Yamato menuntun sepedanya di sampingnya untuk mengikutinya.

 "Yah, aku akan mengantarmu sampai setengah jalan."

 "Kamu yakin?  Tapi Yamato akan pulang terlambat?”

 “Tidak masalah, aku bawa sepeda.  Aku lebih khawatir jika Shirase berjalan sendirian pada jam selarut ini. ”

 “Fufu, terima kasih.”

 Saat Sayla tiba-tiba tersenyum padanya, dada Yamato berdetak kencang.

 Seolah ingin menutupi perasaannya, Yamato memutuskan untuk membicarakan hal lain.

 “Ngomong-ngomong, UTS kurang dari seminggu lagi.  Aku tadi sedang belajar saat kamu mengirimiku pesan. ”

 "Ah, sekarang setelah kamu menyebutkannya."

 Di bawah sinar bulan, Sayla tiba-tiba mengintip ke wajahnya.

 “A-Apa?”

 "Kupikir ekspresimu tidak terlihat baik."

 “Aku kurang tidur akhir-akhir ini.”

 "Kamu bekerja keras."

 “Orang biasa tidak bisa mendapatkan nilai bagus jika mereka tidak berusaha.”

 Sebagai orang yang menyebut dirinya sendiri orang biasa, Yamato tidak mengincar peringkat yang terlalu tinggi, tapi setidaknya, dia mengincar rekomendasi ke universitas yang tidak akan membuatnya malu ketika dia mengatakannya pada orang lain.  Untuk mencapai itu, dia harus belajar keras setiap hari dan juga mendorong dirinya sendiri sebelum terlambat.

 Sayla, yang bagaimanapun juga bukan orang biasa, mengangguk kagum dan menatap langit malam, mengulurkan tangannya.

 “Kupikir itu bagus kamu bisa berusaha.  Aku tidak terlalu termotivasi untuk belajar atau semacamnya.”

 “Tapi kuingat, nilai Shirase bagus, ‘kan?”

 "Ya.  Kalau tidak salah aku mendapat rata-rata 90 saat ujian terakhir. ”

 Sayla menjawab dengan jelas.  …Yamato secara naluriah memegang area pelipisnya.

 "Kamu barusan menyombongkannya ..."

 “Kamu yang bertanya, Yamato.”

 “Tidak, aku tahu, tapi…”

 Yamato menyesal mengangkat topik ujian ketika Sayla bertepuk tangan seolah mendapat ide.

 "Benar juga, aku bisa mencoba mengajarimu."

 Saat Yamato membeku karena usulan yang tidak terduga, Sayla melanjutkan.

 "Nilaiku ... bagus."

 Tanpa ada gerak-gerik menyombongkan diri, Sayla berkata dengan jelas.  Sungguh menakjubkan bahwa pernyataan seperti itu tidak membuatnya tampak sarkastik.

 Namun, Yamato masih ingin membalas dengan sedikit sarkasme.

 “Aku tidak berpikir orang yang mendapatkan nilai bagus akan secara otomatis menjadi pengajar yang baik.”

 “Ah, ya.  Tapi patut dicoba, ‘kan?”

 Tidak ada yang membuat Yamato merasa lebih sedih daripada ketika dia membuat pernyataan sarkastik dan pihak lain menerimanya dengan tangan terbuka.

 Setelah merasakan pengalaman seperti itu, Yamato menundukkan kepalanya sambil merenungkan situasinya.

 “…Jika begitu, tolong jaga aku.”

 "Aku akan menjagamu.  Kelihatannya menyenangkan.”

 Yamato bertanya-tanya apakah dia bisa belajar dengan baik bersama Sayla.  Melihat Sayla yang bahagia, dia merasa sedikit tidak nyaman, tapi seperti yang dia katakan, itu patut dicoba.

 “Kalau kita mengadakan belajar kelompok sepulang sekolah.  Di mana sebaiknya?”

 “Bagaimana dengan restoran?  Atau perpustakaan sekolah?”

 "Oke, ayo ke restoran saja."

 Yamato langsung menjawab.  Akan ada siswa lain di perpustakaan sepulang sekolah, dan dia bisa menduga bahwa rumor aneh akan muncul lagi, jadi dia menolak gagasan itu.

 "Jadi besok, kita akan pergi ke restoran sepulang sekolah."

 "Ya, terima kasih."

 Sementara mereka berbicara, mereka semakin dekat dengan rumah Sayla.

 Sayla menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Yamato.

 “Sampai sini saja sudah cukup.  Rumahku sudah dekat. ”

 “Ah, aku mengerti.”

 “Terima kasih sudah mengantarku pulang.  Aku sangat senang melihat Yamato saat ini.”

 Sayla tersenyum padanya.

 Ada lampu jalan di mana-mana, jadi mereka bisa dengan jelas melihat ekspresi satu sama lain.  Yamato merasa malu ketika Sayla mengucapkan terima kasih secara langsung dalam situasi seperti itu.

 “…Sudah kubilang berkali-kali sebelumnya, jangan keluar malam-malam sendirian.  Itu berbahaya."

 Mungkin itu sebabnya dia menjawab dengan nada menceramahi.

 Meski begitu, Sayla menganggukkan kepalanya dengan senyum di wajahnya.

 “Oke, bye-bye.  Selamat malam."

 “Ya, selamat malam.”

 Sayla melambai kecil lalu pergi dengan melompat.

 Pemandangan punggung Sayla dalam seragam sekolahnya melompat-lompat di sepanjang jalan pada malam hari membuat Yamato merasa tidak nyaman dan khawatir.

 Ketika Yamato kembali ke rumah, dia langsung mendengarkan CD yang dipinjamkan Sayla kepadanya.

 Tempo lagu itu menyenangkan dan Yamato secara alami merasa bersemangat saat dia mulai belajar lagi.

 (Kupikir aku mengerti sekarang kenapa Shirase ingin aku mendengarkan lagu ini.)

 Meskipun ini selama periode tengah semester, dia mungkin terlalu fokus belajar.

 Besok, belajar kelompok dengan Sayla akan dimulai.  Karena itu, Yamato mengingatkan dirinya untuk sedikit lebih santai.

 

Translator: Janaka

4 Comments

Previous Post Next Post

Post Ads 1

Post Ads 2